KOTAMOBAGU– Baru-baru ini publik dikejutkan dengan meninggalnya salah satu pasien di RSUD Kotamobagu yang diduga penyebabnya karena kelalaiaan petugas jaga.
Pasien meninggal 14 Februari lalu setelah sebelumnya menjalani operasi sesar. Keluarga korban melalui akun media sosialnya membagikan kronologi meninggalnya korban.
Intinya, keluarga kecewa dan keberatan karena diduga nyawa korban hilang karena kelalaian perawat jaga yang tidak memberikan pertolongan ketika korban merasa sesak nafas.
Kasus itu mendapat perhatian serius Wakil Ketua DPRD Kotamobagu, Syarifuddin Juaidi Mokodongan.
Kepada wartawan di kantor DPRD, Senin (17/2/2020), Syarifuddin mengutuk keras cara pelayanan dan penanganan pasien yang cenderung asal-asalan.
Syarifuddin mengatakan, setiap kesempatan berkomunikasi dengan manajemen RSUD, pihaknya selalu menekankan akan pentingnya pelayanan yang maksimal dan setulus hati.
“Jangan ada diskriminasi kepada pasien dari latar belakang apapun, bahkan sampai dengan urusan senyum pun jangan ada diskriminasi. Itu selalu kami ingatkan,” katanya.
Kejadian ini, lanjut Ketua DPD NasDem Kotamobagu ini, menggambarkan betapa bobrok dan tak profesionalnya pengelolaan RSUD Kotamobagu, sehingga harus dievaluasi.
“Pada penilaian yang dilaksanakan oleh tim akreditasi Kementerian Kesehatan RI, RSUD Kotamobagu hampir turun tipe dari Tipe C ke Tipe D. Dari hasil penilaian yang dilakukan oleh tim akreditasi, RSUD yang katanya rujukan regional, hanya mendapatkan predikat 3 (tiga) bintang. Sementara RSUD Bolaang Mongondow mendapatkan predikat 4 (empat) Bintang. Tidaklah berlebihan jika RSUD Bolmong yang seharusnya menjadi RS rujukan,” ungkapnya.
Terkait dengan meninggalnya pasien karena dugaan kelalaian penanganan, Syarifuddin menambahkan, pihak keluarga berhak mendapatkan rekam medik dari RSUD.
“Dengan demikian akan terlihat jelas kronologis sebagaimana yang disampaikan oleh pihak keluarga. Jika hal ini benar terjadi sebagaimana yang disampaikan oleh pihak keluarga, kami siap melakukan pendampingan untuk advokasi masalah ini sampai ke Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,” katanya.
Dia pun menyebut hak pasien sesuai dengan Permenkes Nomor 4 Tahun 2018 Pasal 17 Ayat 2.
“Disebutkan keluarga pasien bisa menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan bisa mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
“Berdasarkan amanat Permenkes tersebut, pihak keluarga pasien atau korban bisa menggunakan hak mereka dengan menggugat dan atau menuntut Rumah Sakit serta menyebarluaskan berita mengenai kejadian yang dialami keluarga, agar menjadi pembelajaran,” tandasnya.
Sebelumnya dilansir dari totabuan.co Kepala Bagian Umum RSUD Kotamoabagu, Yusrin Mantali, tak menampik kasus tersebut. Dia mengatakan, jika peristiwa itu terjadi Jumat 14 Februari 2020 sekitar pukul 21:35 WITA.
Pasien tersebut berasal dari Desa Kanaan Kecamatan Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) bernama Eka Christi Pangalerang.
Pasien tersebut meninggal dunia Jumat malam sekitar pukul pukul 21.35 WITA.
Yusrin menjelaskan, sebelum meninggal pasien sempat dirawat sejak siang setelah dioperasi sesar dengan penyebab kematian suspek emboli.
Kendati membenarkan pasien yang baru dioperasi meninggal, namun upaya untuk melakukan pelayan sudah dilakukan secara maksimal.
“Penanganan terhadap pasien sudah maksimal dan sudah sesuai standar prosedur operasional rumah sakit,” katanya.
Namun kejadian itu sudah ditangani manajemen rumah sakit dengan memanggil semua petugas medis yang bertugas saat itu untuk diminta klarifikasi lewat proses sidang komite medik dan sidang komite keperawatan.
“Kesimpulannya memang diagnosanya suspek emboli. Semua keterangan sejak masuk hingga penanganan hingga perubahan-perubahan terhadap pasien sudah kami minta keterangan,” kata Yusrin menjelaskan.
Ada Sembilan pasien sejak Jumat melahirkan secara operasi yang ditangani di rumah sakit. Sembilan pasien itu salah satunya adalah pasien bernama Eka Christi Pangalerang. Namun meski demikian, Bayi masih selamat.
“Bayinya sehat. Ibunya yang meninggal,” tuturnya.
Yusrin mengaku semua keluhan yang diposting di facebook telah ditanyakan kepada petugas saat sidang etik. Termasuk soal pelayanan permintaan obat nyeri kepada pasien.
“Sudah kita minta klarifikasi kepada petugas. Termasuk soal keluhan permintaan obat nyeri. Dalam sidang etik petugas hanya menjawab sementara disiapkan. Biasanya petugas punya SOP. Harus dilihat dulu soal tekanan darahnya seperti apa dan itu harus dikonsultasikan dulu ke dokter jaga saat itu,” kata Yusrin.
Dalam sidang itu, sejumlah dokter dan perawat telah dimintai keterangan. Mulai dokter jaga sbagai penanggung jawab, doter anastesi, dokter kandungan, perawat, perawat jaga, komite perawat dan kepala ruangan. (tim)