Penulis : Hendra Makalalag
Pemerhati masalah sosial politik
KOTAMOBAGU, dutademokrasi.com– Pemikiran tentang Marhaenisme merupakan inti dari ajaran Soekarno dan ini original pemikiran politiknya. Suatu pemikiran yang dikonsepkan oleh Soekarno tentang nasionalisme ekonomi membebaskan wong cilik dari belenggu kapitalisme barat dan feodalisme lokal. Marhaenisme paham yang bertujuan untuk memperjuangkan nasib rakyat kecil, dalam pengertian lain juga merupakan ideologi politik yang tumbuh dan berkembang berdasarkan keadaan dan keinginan masyarakat Indonesia berasaskan sosio nasionalisme.
Sekelumit marhaenisme di atas memberi nuansa kepada kita bahwa marhaenisme memiliki jejak sejarah yang tidak bisa lepas dari nama besar Soekarno (Presiden pertama RI). Bagaimana Soekarno mengenal Indonesia yang besar ternyata dimulai dari perjumpaannya dengan orang yang bernama Marhaen, seorang petani kecil di wilayah Jawa Barat.
Nayodo Kurniawan (NK) yang aku kenal sejak dirinya masih di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Perjumpaan ketika itu NK sebagai aktivis LSM dan saya sebagai Birokrat yang ditugaskan sebagai anggota Panitia Lelang pada kegiatan proyek CBD di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bolaang Mongondow jauh sebelum pemekaran daerah terjadi. Dalam interaksi kawan dan sahabat memanggilnya dengan nama Nanang. Sosok yang akrab namun serius dan cermat dalam hal pekerjaan.
Dalam beberapa waktu saya putus komunikasi oleh karena kesibukan masing-masing dengan latar aktivitas yang berbeda. Sesekali bersua dimana saja tetap bertegur sapa sebagai orang yang sudah saling kenal. NK tidak pernah berubah dalam pandangan saya oleh karena selalu resfek pada saat ketemu. Pribadi yang kritis dan selalu terbuka berdiskusi soal apa saja yang dia bisa sumbang saran atau sekedar memberi pendapat yang menurut keyakinannya harus disampaikan.
Sebelum jauh saya menelusuri apa benar Nayodo Kurniawan MARHAEN SEJATI, mari kita telisik bersama rekam jejaknya. Pada tahun 1990 sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum UNSRAT Nayodo Koerniawan tercatat sebagai Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). sebagai kader GMNI sudah tidak diragukan lagi bahwa NK adalah sang Marhaen. Dari sisi ideologi kader GMNI yang Pejuang Pemikir, Pemikir Pejuang NK tuntas asal muasalnya sebagai Marhaen. Tahun 1991-1993 NK dipercaya sebagai Wakil Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum UNSRAT. Gambaran bahwa NK sebagai aktivis mahasiswa terdepan dalam mengkonsolidasikan gerakan mahasiswa dikampusnya.
Jarum jam terus berputar dan pada tahun 2003-2008 NK terpilih sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow. Saya bangga ketika mengetahui dirinya telah menjadi salah satu Komisioner KPUD Kabupaten Bolaang Mongondow saat itu. Anak muda yang revolusioner progresif kemudian terpilih sebagai penyelenggara Pemilu sudah memiliki modal yang ditempah di berbagai lembaga. NK pernah menjadi Advokat di Ibu Kota Jakarta, dalam catatan yang saya tanyakan langsung ke NK bahwa tahun 1996-1999 bekerja di Jakarta sebagai Advokat dibawah pimpinan W. J. Abraham
Kiprahnya NK ternyata banyak bersentuhan dengan masyarakat dan umumnya masyarakat kecil. Salah satu yang menginspirasi adalah pada tahun 2000 mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat “MOMINGKAD”’ Dan tahun 2000-2003 mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat ‘’MILINTAK’’tahun 2010 mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat ‘’SWARA BOBATO’’. Eksistensi NK dalam memfasilitasi berbagai program pemberdayaan masyarakat diwujudkan dengan mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat sebagai alat membantu masyarakat yang kurang berdaya sekaligus menghimpun kawan-kawan aktivis dan pegiat sosial kemasyarakatan.
Perlu diketahui juga bahwa NK adalah Fasilitator terbaik Indonesia Timur pada Program Pemberdayaan Masyarakat tahun 2000. Prestasi ini dicapai sebagai bukti bahwa NK begitu dekat dengan masyarakat kecil. Kecintaan dan kedekatannya dengan wong cilik sudah terpatri dalam dirinya sejak awal memulai kiprahnya dalam pengabdian kepada masyarakat. Keberpihakan NK terhadap kepentingan kaum miskin yang kita kenal dengan wong cilik bukanlah isapan jempol belaka tapi fakta sejarah membangun/merintis karirnya pasca Reformasi.
Bersambung…