CATATAN, dutademokrasi.com— “Bawaslu patut berterima kasih kepada UU Pemilu Nomor 7/2017. UU Pemilu menjadi mantel yang kuat untuk Bawaslu. Dengan modal UU Pemilu, peserta pemilu lebih saying dan segan kepada lembaga ini. Contohnya sudah ada. Sengketa peserta Pemilu dengan KPU terkait PKPU 14 dan KPU 20/2018. Semuanya dimenangkan Bawaslu”.
Tulisan jurnalis senior saya, Idam Malewa, yang saya baca di media cyber www.suluttoday.com, secara tidak langsung menambah informasi terkini seputar lembaga pengawas Pemilu yang sebelum itu peran dan fungsinya lemah. Kini, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) tidak hanya sebatas mengawas namun juga dapat menjadi wasit dalam penyelenggaraan pemilu. Bawaslu berperan sekaligus sebagai eksekutor hakim pemutus perkara.
Tentunya, perubahan regulasi mendasar untuk menguatkan eksistensi lembaga ini merupakan jawaban atas keresahan publik yang selama ini terstigma: Bawaslu tidak punya peran apa-apa. Harapan masyarakat Indonesia dengan terlahirnya Bawaslu akan membawa perubahan baru mengawal pemilu yang berintegritas demi kemajuan bangsa dan negeri ini.
Akan halnya hanya ulah oknum yang dapat mencerderai niat baik demi kemajuan bangsa dan negeri ini, dalam tubuh Bawaslu haruslah disingkirkan. Perbuatan menyamari atas tugas dan kewajiban hanya untuk kepentingan ego pribadi tanpa mempertimbangkan dampak persepktif negatif publik, juga bagian dari ‘upaya’ merendahkan marwah UU Pemilu Nomor 7/2017.
Teranyar, sikap anggota Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara yang bakal menyeret UU Pemilu Nomor 1/2017 kejurang ketidakpercayaan masyarakat belakangan mulai berulah. Pernyataan dalam kapasitasnya sebagai anggota Bawaslu Sulut sungguh mengundang kesanksian banyak orang.
Sebuah portal berita online (lihat: http://totabuan.co/2018/10/hadir-bersama-caleg-warga-pertanyakan-integritas-mustarin-sebagai-anggota-bawaslu/) menyebut, Mustarin Humagi menyangkal kapasitasnya yang menjadi bagian dari acara seremoni adventure jenis motor trail, yang mana sponsor utamanya salah seorang calon legislatif, dinilainya tidak merusak citra lembaga Bawaslu. Siapa pun yang membacanya, komentar bagi seorang anggota Bawaslu tingkat provinsi hanya mencari dalih bagai anak kedapatan mencuri permen yang ada di dalam mulutnya.
Menyamakan kapasitasnya menjadi wasit Pemilu yang taat asas: tidak memihak; jujur; adil; professional; objektif; menjaga independensi di Pemilu yang setara dengan warga sipil biasa, tidak beda sikap kedunguan demi hanya sekadar ingin mendapat pembenaran umum. Saya meyakini publik akan berpendapat sama: siapa pun yang berlindung dibawah wadah Bawaslu (pun demikian dengan KPU) patut menjaga sikap, ucapan serta tindakan di mata publik yang berpotensi mencederai tujuan terwujudnya Pemilu yang berintegritas dan bermartabat.
Sikap membiasakan diri tidak menghindar dan menjaga kapasitas sebagai anggota Bawaslu pada waktu yang tepat dan benar dari segala berbau tetek bengek aktivitas para calon legislatif, terlebih melibatkan banyak orang, patut diawasi. Bawaslu adalah salah satu penyelenggara Pemilu yang terikat pada Kode Etik yang diatur dalam Peraturan Bersama antara KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKKP). Sikap, tindakan, ucapan Mustarin Humagi sudah pasti terlanggari. DKKP wajib memberi sanksi atau setidaknya menegur agar tidak terulang oleh penyelenggara Pemilu kedepan.
Penulis adalah Faisal Manoppo warga Mogolaing