BOLSEL, dutademokrasi.com— Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), sebagai salah satu daerah di Indonesia yang sudah menjadi Daerah Otonom Baru (DOB) sejak 2008 lalu, memiliki hak untuk mempertahankan pula batas wilayah perbatasan. Senin (23/4/2018) ribuan warga menduduki wilayah perbatasan.
Dipimpin langsung oleh Bupati H Herson Mayulu SIP dan Wakil Bupati Iskandar Kamaru SPt juga Plt Sekretaris Kabupaten Marzanzius A Ohy SSTP, Ribuan Warga bersama dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) harus naik ke daerah perbatasan untuk mempertahankan dari ancaman perubahan titik koordinat batas wilayah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang nomor 30 tahun 2008 tentang Pemekaran Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Dalam penyampaian Bupati H Herson Mayulu SIP kepada warga, sebagai kepala wilayah, dirinya tidak akan gentar dengan ancaman dari Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow Yasti Supredjo M. “Sejengkalpun tanah Bolsel akan saya pertahankan. Tidak ada satupun yang boleh merebut tanah yang sudah menjadi hak Rakyat Bolsel,” kata Bupati disambut histeris seluruh warga di titik koordinat perbatasan Bolsel-Bolmong.
Upaya yang akan dilakukan oleh Pemkab Bolmong dalam mematok kembali titik koordinat baru sudah berhasil digagalkan. Jika perubahan titik koordinat tersebut terjadi, maka perubahan kembali Undang-Undang nomor 30 tahun 2008 bakal terjadi. “Ada tiga hal yang membuat pemerintah pusat menyetujui Bolsel ini dimekarkan. Pertama, jumlah penduduk, Kedua dana hibah Kabupaten Induk pemekaran, ini juga sudah dilaksanakan dan Bolsel menerima dana hibah sebesar 10 miliar dari Kabupaten Induk pada jaman itu juga. Ketiga tapal batas. Disini sejak 2016 lalu, sudah diambil alih oleh Kementerian Dalam Negeri. Titik koordinat tapal batas telah ditetapkan dan itu tidak bisa dilakukan perubahan lagi,” ucap bupati.
Dijelaskan juga oleh Bupati Bolsel, rekomendasi pekaran diberikan oleh Bupati pada waktu itu Hj Marlina Moha Siahaan, tapi saat ini, Bupati Yasti Supredjo Mokoagow kembali mempersoalkan. “Ini siapa sebenarnya yang durhaka, anak atau ibu yang mengambil kembali hak anak yang sudah diberikan. Itukan yang jadi persoalan. Karena Kemendagri sudah menyatakan tidak bisa ada perubahan maka Bupati Bolmong menempuhnya dengan Judicial Review atau peninjauan kembali Undang-Undang Pemekaran. Kalau itu dirubah maka 200an lebih DOB di Indonesia ini akan mengikutinya melakukan perubahan kembali tapal batas wilayah,” ujar bupati. (cp)