BOLSEL, dutademokrasi.com—Tapal batas antara Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) dan Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), pada dasarnya sudah tuntas 2016 lalu. Keluarnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 40 tahun 2016, pertanda tuntas semua persoalan kedua daerah bersaudara ini.
Belakangan justru kembali mencuat, dipersoalkan kembali oleh Bupati Bolmong Yasti Suprejo. Bahkan Judicial Review, dilayangkan untuk keputusan negara tersebut. Buntut persoalan tersebut diduga memiliki kaitan erat dengan politik.
Tokoh masyarakat Bolaang Mongondow H Yusuf K Mooduto mengatakan buntut dari pertikaian ini adalah persoalan politik. Bupati Kabupaten Bolsel H Herson Mayulu SIP maju mencalonkan diri ke DPR-RI 2019 mendatang.
“Untuk membendung H2M (sapaan terhadap H Herson Mayulu), polemik tapal batas menjadi topik untuk memberikan pengaruh besar terhadap suksesi. Terlebih lagi, mendoktrin seluruh aparat desa melarang H2M diundang dalam setiap hajatan masyarakat Bolmong,” kata Buyya sapaan akrap H Yusuf K Mooduto.
Buyya semasa menjabat anggota DPRD Bolmong lalu, menjadi salah satu pelaku pemekaran Kabupaten Bolsel. “Kami yang dulu memekarkan Bolaang Mongondow bersama Bunda Marlina Moha Siahaan pada waktu itu. Jadi kami paling tahu persis persoalan ini. Jadi jangan membawah persoalan ini ke rana politik, terlebih untuk memuluskan calon yang akan dicalonkannya,” ucap Buyya.
Perlu diingat oleh masyarakat Bolmong, persoalan tapal batas itu sudah tuntas. “Kalau sekarang ini dipersoalkan, ada apa sebenarnya. Kenapa bukan pada saat duduk di DPR-RI lalu, mentahkan Permendagri tersebut.
Mantan Legislatif Bolmong ini juga menambahkan, Permendagri nomor 40 tahun 2016 tentang penetapan tapal batas, merupakan turunan dari Undang-Undang nomor 30 tahun 2008 tentang pemekaran Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan. (cp)