Oleh : Subagio Manggopa – Orang Bolaang
BELAKANGAN ini ramai dibicarakan terutama di media social perihal penutupan PT. Conch North Sulawesi Cement oleh Bupati Bolaang Mongondow, Yasti Soepredjo Mokoagow. Pasca baru dilantik sepekan, pasangan Yasti – Yanny langsung “tancap gas” dengan membuat gebrakan.
Tak tanggung-tanggung, salah satu perusahaan raksasa asal ‘Negeri Ginseng’ langsung dibidik. Dengan dalil tidak memiliki izin resmi, Bupati langsung turun lapangan dan menutup perusahaan semen tersebut, sebagaimana yang saya kutiphttp://mediasulut.co/
Menariknya, saat ini berbagai isu yang melingkungkupinya pun muncul. Dan paling gres di jejaring social adalah dukungan moral terhadap 14 oknum Sat-Pol PP Bolmong yang kini sedang ditahan Polda Sulut. Gerakan moral delusi “tokoh” pemuda Bolmong ini (menurut saya), hanyalah untuk menutupi keteledoran Pemerintah yang tanpa memikirkan dampaknya dikemudian. Jika saja kita dan para tokoh itu membuka mata tentang apa yang sudah terjadi. Tentu banyak hal yang perlu kita tanya, kenapa mereka sampai ditahan?Kenapa mereka berani melakukan tindakan tersebut?Dan kalau sudah begini, apa upaya kita terhadap mereka yang ditahan itu? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak perlu saya jawab. Tidak perlu juga saya tergelitik menyiarkan ke jejaring social sebagai bentuk aksi solidaritas.
Jujur saja, sebagai masyarakat Bolmong awalnya sih, saya sangat mendukung langkah Bupati Yasti Soepredjo Mokoagow – sebagai upaya tegas Pemerintah Daerah dalam rangka menegakkan hukum – sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi, diketahui bahwa PT. CNSC tidak mengantongi kelengkapan dokumen yang harus dimiliki setiap perusahaan yang akan melakukan eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang. Namun, bukan berarti pula bahwa tindakan pengrusakan yang dilakukan itu, kita katakan “inilah sikap tegas Bupati” yang wajib kita amini bersama. Jika kita merujuk pada Pasal 406 KUHP yang berbunyi : (1) Barang siapa dengan sengaja dan melawan hokum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang yang dengan sengaja dan melawan hokum membunuh, merusakkan, membikin tak dapat digunakan atau menghilangkan seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Maka konklusinya, orang yang melakukan dapat dihukum pidana paling lama 2 tahun 8 bulan. Sedangkan, orang yang menyuruh melakukan memang bukan secara langsung melakukan tindak pidana. Akan tetapi, orang yang menyuruh dapat juga digolongkan/dianggap sebagai pelaku (dader) sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP yakni ; Mereka melakukan sendiri, menyuruh orang lain, turut serta dan mereka yang dengan sengaja menganjurkan orang melakukan perbuatan pidana.
Bila mencermati, peristiwa pengrusakan yang melibatkan oknum Sat-Pol PP Bolmong, muskil dipercaya jika tidak adanya keterlibatan dari atasan. Apalagi, tindakan pengrusakan itu terjadi saat Bupati turun lapangan untuk melakukan penutupan dan penyegelan. Semoga saya tak silap. Benar atau tidak, saya pun tidak berani memberikan simpulan. Yang pasti, melalui Kapolda Sulut Irjen Pol Bambang Waskito bahwa akan mengungkap actor pengrusakan menguatkan dugaan adanya instruksi pengrusakan dari pimpinan. Siapa dia, Entahlah?
Sekedar duga-duga, derasnya arus sangkaan tampaknya membuat Bupati gaduh. Akhirnya, dengan cepat langsung merespon untuk melakukan upaya damai (perundingan). Melalui perundingan itu, Pemda Bolmong dengan PT. CNSC melahirkan 8 kesepakatan. Kesepakatan inilah yang diduga kuat sebagai buah dari “kepanikan serta ketakutan” (dino’it bo mo ondok) agar proses hokum tidak lagi berlanjut. Hhmmpp…
Akhirnya, close statement dari saya, bahwa kesepakatan yang dibuat lalu tergesa-gesa itupula, sekaligus “memakamkan” impian masyarakat Bolmong untuk memiliki Bandara Udara.(*)