Jakarta – Seiring dengan program Reformasi Total Koperasi yang sudah berjalan hampir dua tahun, Kementrian Koperasi dan UKM berencana akan membubarkan sekitar 32.427 koperasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Yang sudah resmi dibubarkan sebanyak 6.213 koperasi yang memang sama sekali sudah tidak melakukan aktivitas apa pun sebagai sebuah koperasi.
“Itu semua merupakan bagian dari 62.000 koperasi yang sudah dinyatakan tidak aktif dan sudah dikeluarkan dari database kita. Nah, sisanya, kita terus melakukan koordinasi dengan dinas koperasi di daerah untuk menuju pembubaran juga”, ungkap Deputi Bidang Kelembagaan Kemenkop dan UKM Meliadi Sembiring kepada wartawan di Jakarta, Jumat (14/10).
Meliadi mengaku, pembubaran koperasi tersebut tidaklah semudah yang dibayangkan orang. “Ada prosesnya, yang dimulai dengan usulan dari Pemda atau dinas koperasi di daerah. Kita juga membentuk yang namanya panitia penyelesaian menyangkut soal utang piutang para anggota. Jangan sampai pembubaran koperasi justru menghilangkan kewajiban koperasi tersebut kepada anggota. Untuk hal itu, kita terus melakukan koodinasi dengan daerah”, tandas Meliadi.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM, Agus Muharram juga memaparkan Reformasi Total Koperasi dari tahap reorientasi koperasi, yaitu mengubah paradigma dari kuantitas menjadi kualitas. Intinya, koperasi yang harus dikembangkan itu tidak melulu berbasis simpan pinjam, melainkan juga koperasi produksi di sektor riil. Misalnya, koperasi pertanian dan perkebunan.
“Seperti yang pernah diutarakan Presiden Jokowi saat Hari Koperasi Nasional (Harkopnas), Cooperative in Corporated. Dimana koperasi harus dikelola secara manajemen yang benar dan moderen, seperti sudah dilakukan oleh perusahaan”, kata Agus.
Bahkan, lanjut Agus, pihaknya terus mendorong dan mengembangkan koperasi agar bisa sejajar dengan pelaku ekonomi lain, swasta dan BUMN. “Kami berharap, bisa terbentuk satu koperasi besar sebagai holding dengan koperasi-koperasi kecil di bawahnya. Sehingga, koperasi besar, moderen, tangguh, dan mandiri tersebut, bisa setara dengan swasta dan BUMN”, imbuh Agus.
Sedangkan dalam tahap pengembangan koperasi, kata Agus, akan dilakukan secara terukur dan efektif. Dalam arti, koperasi jangan hanya bergantung dari dana APBN (Kemkop dan UKM) saja, tapi juga harus melakukan integrasi dan kerjasama dengan pihak lain (kementrian, swasta, BUMN, dan lembaga lainnya). “Untuk pengembangan, kami sudah banyak melakukan kerjasama dengan pihak lain”, tegas Agus.
Diantaranya, kerja sama dengan Ikatan Notaris Indonesia (INI) untuk menggratiskan pelaku UKM dalam pendirian koperasi (akte koperasi). Begitu juga kerja sama dengan PT Telkom dan Kadin dalam membangun jaringan sistem IT untuk mengembangkan potensi Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) di daerah. “Kerja sama dengan Kominfo juga sudah kita lakukan, dimana koperasi dan UKM bisa memanfaatkan domain gratis untuk bisnis e-commerce. Untuk penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR, kita bekerjasama dengan kalangan perbankan dan lembaga keuangan nonbank”, jelas Agus.
Untuk mengawasi persaingan usaha di daerah, Kemkop dan UKM juga sudah kerja sama dengan KPPU dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kemitraan Pengawas Persaingan Usaha. “Tugasnya, mengawasi persaingan usaha di daerah, agar koperasi tidak terpinggirkan. Tidak boleh ada dominasi usaha besar atas koperasi, termasuk dalam hal tender-tender. Tujuannya, agar koperasi koperasi bisa berkembang”, papar Agus.
Pencucian Uang
Agus mengatakan, ke depan, Kemkop dan UKM juga tidak menginginkan adanya koperasi simpan pinjam yang digunakan sebagai tempat money laundering atau kegiatan pembiayaan lain yang bertentangan dengan hukum, seperti kegiatan terorisme. “Kita tidak menginginkan adanya aksi semacam itu. Karena itu kita sejak awal berusaha mencegahnya,” kata Agus.
Untuk itu, lanjut Agus, pihaknya melalui Deputi Kelembagaan, Kemkop dan UKM akan melakukan penandatanganan kerjasama (MoU) dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Kita ingin secepatnya kerjasama itu diwujudkan. Kalau bisa bulan depan harus sudah selesai,” kata Agus.
Dengan kerja sama ini, tambah Agus, koperasi simpan pinjam yang selama ini masih melakukan praktik yang diduga menyimpang dari aturan kelembagaan, harus segera menghentikan kegiatannya. “Kalau ada koperasi simpan pinjam yang melakukan praktik tak baik, segera hentikan,” katanya.
Alasan kerjasama dengan PPATK ini, karena koperasi simpan pinjam tidak diawasi Otoritas Jasa Keuangam (OJK). “Karena koperasi tidak diawasi OJK, makanya kita meminta PPATK yang mengawasinya. Ini demi kebaikan koperasi itu sendiri,” pungkas Agus. (bs)