KOTAMOBAG, dutademokrasi.com— Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang di bentuk oleh Pemerintah Kota Kotamobagu melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kotamobagu Rabu (22/02/2017) kemarin, lebih serius lagi dalam meminimalisir dan mencegah terjadinya kekerasan perempuan dan anak di Kota Kotamobagu.
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, Rafika Bora, meningkatnya kasus Kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak di Kota Kotamobagu dikarenakan kurang pengetahuan dari masyarakat. Terlebih lagi, keberadaan P2TP2A, yang menangani kasus- kasus tersebut belum diketahui masyarakat.
“Untuk itu, tim advokad yang dibentuk akan melakukan sosialisasi terhadap keberadaan Tim P2TP2A tersebut di 33 Desa/ Kelurahan lebih khusus di sekolah-sekolah yang ada Kota Kotamobagu,” kata Rafika.
Sekertaris Kota ( Sekkot ) Tahlis Gallang SIP MM mengatakan, perlu adanya penegasan khusus dengan memberikan hukuman yang pantas terhadap pelaku-pelaku tindak kekerasan perempuan dan anak dan juga pelecehan seksual.
“Kami sebagai Pemerintah Kota sangat serius menghadapi persoalan seperti ini. Dengan harapan, supaya ini menjadi warning kepada pelaku-pelaku atau kepada kita semua yang kemudian hari terindikasi ingin melakukan itu. Maka, dia akan berpikir lebih jauh dan itu sebenarnya efek jerah yang akan dimunculkan dengan sendirinya,” ujarnya.
Menurut Sekkot permasalahan ini sangat rentan terjadi di daerah, apalagi yang menyangkut kekerasan perempuan dan anak. Dijelaskannya, ada yang melapor ketika dia memahami betul tentang tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Tetapi, ada juga yang paham tetapi condong untuk menyembunyikannya.
“Apalagi yang terkait dalam persoalan Rumah Tangga ( RT ), jarang sekali ada kejadian dalam rumah tangga, yang istri dianiaya suaminya sendiri itu jarang sekali melapor. Bahkan mungkin, tidak akan pernah seorang anak melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya,” ungkap Tahlis.
Sebagai salah satu solusi, lanjut Tahlis, agar tidak terlalu sibuk dan permasalahan tidak selalu muncul, maka proses antisipasi dilakukan mulai dari tindakan pemerintah kota dengan wadah yang resmi menangani kasus tersebut. Mulai dari mengadakan sosialisasi di sekolah-sekolah sampai pada tingkat Kelurahan terutama yang menyangkut pelecehan seksual.
“Semakin banyak masyarakat memberikan laporan, semakin pula besar tanggung jawab kita. Walaupun disisi lain, itu sebagai positif bahwa masyarakat tidak malu-malu lagi mengungkapkan persoalan yang terjadi ditengah- tengah lingkungannya,” ujar Tahlis. (acit)