KOTAMOBAGU, dutademokrasi.com –Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kotamobagu, melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam kebakaran, Kamis (20/02/2020).
Hal ini, dilakukan gabungan lintas Komisi DPRD Kotamobagu sebagai tindak lanjut aksi Demo puluhan anggota Satpol PP dan Pemadam Kebakaran (Damkar) di kantor DPRD Kotamobagu pada 19 Februari lalu.
RDP dengan Pemkot Kotamobagu dipimpin Wakil Ketua DPRD, Syarifuddin Mokodongan. Wakil Ketua DPRD Herdy Korompot dan sejumlah anggota hadir.
Dari Pemkot Kotamobagu hadir Sekda Sande Dodo, Asisten I Teddy Makalalag, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Sarida Mokoginta, dan Sekretaris Dinas Satpol PP dan Damkar Adin Mantali.
Banyak hal dibahas dalam RDP tersebut yang berkaitan dengan tuntutan para anggota Satpol PP dan Damkar.
Mulai dari kewajiban melakukan salat berjaamaah di masjid tertentu agar tidak dipotong gaji meskipun sedang off piket, larangan untuk sakit bagi Satpol PP dan Damkar, kejelasan SK THL bagi anggota Satpol PP dan Damkar, serta ancaman pemecatan dari kepala dinas karena para anggota Satpol PP nekat melakukan demo.
Menurut Syarifuddin Mokodongan, RDP berlangsung cukup lama dan akhirnya dihasilkan keputusan bersama dalam bentuk rekomendasi untuk dilaksanakan oleh Pemkot Kotamobagu.
Berikut rekomendasi DPRD Kotamobagu:
- Selama dalam proses pendalaman, kendali Komando operasional Satpol PP dan Damkar agar ditangani langsung keasistenan yang membidangi itu untuk menjaga objektivitas.
- DPRD mendesak jika ada kebijakan tertulis atau tidak tertulis tentang salat yang mempersyaratkan absensi, pomotongan gaji 1 persen jika tidak melaksanakan salat di masjid yang sudah ditentukan baik Magrib, Isya, an Subuh untuk mereka yang off kerja/piket sekalipun atau dalam tugas agar di evaluasi lagi. Terutama yang offpiket mereka punya hak beribadah/salat di masjid terdekat, punya hak untuk keluarga dan punya hak bermasyarakat. Hal itu perlu dipahami sehingga jangan seakan isunya anggota Satpol dan Damkar tidak mau salat atau tidak mau ikut ajakan kebaikan.
- DPRD juga mendesak pemkot untuk segera menerbitkan SK mereka dalam tupoksi Satpol dan Damkar. Karena itu dasar administrasi hukum mereka dalam bekerja dan bertindak. Jika terjadi bentrok di lapangan atau ketidaksengajaan petugas Damkar di lapangan, siapa yang bertanggungjawab? Sementara mereka tidak punya landasan hukum administratif dalam tugas.
- DPRD juga mendesak jika benar ada semacam aturan tak tertulis soal tidak boleh izin sakit kecuali sakit kanker dan jantung agar dievaluasi lagi pun itu hanya disampaikan secara lisan. Di institusi manapun jika sakit dan ada surat keterangan dokter adalah hak dari karyawan atau pegawai juga tenaga honorer.
- DPRD juga menyampaikan dalam RDP bahwa jika ada reaksi seperti ini pemkot bahkan pimpinan daerah harus melakukan diagnosa manajerial kepemimpinan di Satpol PP dan Damkar.
- DPRD juga menyampaikan bahwa para anggota Satppol PP dan Damkar yang menyampaikan aspirasi perlu dilindungi jangan ada penekanan penonaktifan apalagi pemecatan. Bagaimanapun mereka sudah mengabdi untuk warga dan daerah ini rata-rata lebih dari 7 tahun bahkan 10 tahun dengan gaji yang juga tak seberapa.
- Kami juga menyampaikan secara tegas pada pihak pihak terkait agar mewaspadai dan memonitor sosial media yang memanfaatkan isu agama tanpa mengetahui substansi aspirasi yang disampaikan anggota Satpol PP dan Damkar sehingga ini tidak menjadi liar dan dimanfaatkan secara tidak bertanggungjawab. (Tim)