BOLMONG, dutademokrasi.com— Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bolaang Mongondow, Selasa (21/01/2020) kemarin menerima pengaduan warga terkait klaim kepemilikan lahan yang sudah dibangun Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sangtombolang di Desa Lolanan Kecamatan Sangtombolang.
Ripai Dilapanga Warga Desa Maelang Kecamatan Sangtombolang mengaku tanah yang didirikan bangunan milik pemerintah tersebut adalah warisan dari mendiang ayah kandungnya. Sayangnya bukti kepemilikan tidak dapat ditunjukan hanya sebatas saksi dua orang mantan aparat desa Maelang. “Bapak menyampaikan kepada saya, tanah tersebut tidak dijual. Pada saat itu, kejadian tahun 1982 Kandep mendatangi orang tua saya hanya sekedar untuk pinjam dibangun sekolah. Tidak menjadi hak milik sebagaimana terjadi sekarang ini,” kata Rip sapaan akrapnya saat menceritakan kronologis penuntutannya dihadapan DPRD Bolmong.
Pengaduan warga tersebut yang didampingi oleh LSM LAKI disambut langsung oleh Ketua Komisi I Marten Tangkere di ruang rapat Komisi II Gedung DPRD-Lolak. Didampingi beberapa anggota DPRD lainnya lintas komisi, membahas solusi laporan tersebut.
Kata Marten Tangkere menjelaskan, pprosedur pembangunan gedung pemerintah, didasarkan pada hibah atau bukti kepemilikan jual-beli antara kedua belah pihak. “Jadi, logikanya tidak akan mungkin ada bangunan didalamnya tanpa ada persetujuan sebelumnya dari pemilik lahan,” kata Marten.
Pihak LSM LAKI melalui juru bicaranya Firdaus Mokodompit dalam kesempatan tersebut juga mengangkat bicara. Selaku Ormas yang mendampingi warga tersebut, pihaknya sudah melakukan penelusuran terkait dengan kepemilikan lahan tersebut. “Investigasi dari tim kami sudah dilakukan. Dan sampai dengan saat ini, pihak baik Dinas Pendidikan maupun pihak sekolah belum memperlihatkan bukti kepemilikan tersebut,” kata Firdaus.
Lanjut dia, kalaupun itu benar adanya, tidak ada bukti yang menguatkan artinya, Pemerintah Kabupaten Bolmong melakukan pembohongan publik selama 36 tahun lamanya. “Upaya untuk mencari bukti kejelasan tanah ini telah kami lakukan. Mendatangi Pemerintah Desa setempat tak ada hasilnya. Sehingga harus kami melaporkan ke pihak DPRD untuk mencari solusinya,” terang Firdaus.
Anggota DPRD lainnya Mas’ud Lauma juga menanggapi persoalan tersebut. Dikatakannya, untuk persoalan tanah seperti ini, pelapor harus mengantongi bukti yang jelas sebagai kekuatan hukum kepemilikan. “Pelapor harus memperkuat data-data yang lebih akurat. Langkah-langkah ini merupakan awal dari kejelasan proses perdata,” terang Mas’ud.
Ditempat yang sama juga, Anggota DPRD lainnya Supandri Damogalad juga menanggapi persoalan tersebut, menurutnya persoalan perjanjian pembangunan gedung ini terjadi 1982. Kondisi daerah pada saat itu, orang-orang terdahulu memberikan hibah atau jual-belih tanah tanpa ada surat menyurat. “Penilaian saya, kemungkinan pada saat itu, tidak ada bukti pinjam pakai atau jual beli kedua belah pihak. Namun karena ini adalah bangunan pemerintah, tentunya segala administrasi pengurusan harus melalui prosedur sebelum ada pembangunan dengan dana yang ditetapkan. Nanti ini akan kita kroscek lagi di lapangan seperti apa kejadiannya,” terang Supandri.
Menutup pertemuan tersebut, Marten Tangkere menyarankan untuk kembali melengkapi data kepemilikan. “Lengkapi data-data kepemilikan. Kami akan memanggil Instansi terkait dalam hal ini Dinas Pendidikan dan pihak sekolah tersebut. Langkah ini termasuk langkah awal untuk pengajuan hukum perdata,” ujar Marten. (cepe)