BOLMONG, dutademokrasi.com–PT CONCH North Sulawesi Cement, mendapat kunjungan Jajaran Pengurus Asosiasi Semen Indonesia (ASI) dibawah pimpinan Ketua Widodo Santoso bersama Direktur Industri Semen, Keramik dan pengolahan galian non logam Kementerian Perindustrian RI Adie Rochmanto Pandiangan, Senin (12/8/2019).
Dalam kunjungan tersebut, tujuannya tidak lain melihat langsung seberapa jauh pengolahan pabrik semen yang beroperasi di Kabupaten Bolaang Mongondow. Sebagaimana dikatakan oleh Adie Rahmanto. Katanya PT CONCH telah menjadi bagian dari industri Indonesia.
“Selaku pembina industri semen, sudah menjadi tanggung jawab saya untuk melihat aktivitas pabrik semen di Indonesia termasuk Conch,” katanya.
Secara kasat mata, kata dia, keberadaan perusahaan yang berada di jalan Trans Sulawesi Desa Solog itu sudah baik, terutama soal lingkungan.
“Kalaupun ada berita miring tentang Conch, saya melihatnya tidak demikian. Secara kasat mata, lingkungannya sudah baik,” katanya dalam pertemuan di ruang meeting kantor PT Conch usai mengunjungi beberapa lokasi yang ada di pabrik.
Faktor lingkungan menjadi fokus utama pada kunjungan disamping soal tenaga kerja. Seperti Kemenperin, ASI juga memandang perlunya meminimalisir pencemaran udara pada kegiatan produksi.
Menurut Widodo, Conch belum memiliki ahli menangani masalah polusi. Kedepan kata dia, perusahaan harus menyediakan seorang yang mengerti akan emisi.
“Soal emisi, sebaiknya Conch menyediakan seorang ahli untuk menangani masalah polusi,” ungkap dia.
Disisi lain, terkait dugaan laporan praktik jual rugi, ASI membantahnya predatory pricing yang dilakukan perusahaan asal negeri tirai bambu itu tidak benar. Mengulang hasil wawancara di salah satu televisi nasional, Widodo mengatakan, dari segi pangsa pasar nasional, penjualan semen Conch masih berada dibawah semen
“Memang semen Conch agresif dalam soal penjualan. Namun, dari segi pangsa pasar nasional, hampir tidak berarti. Karena hanya sekitar 4,5 persen. Jadi, 95,5 persen adalah semen dalam negeri, semen nasional,” ujarnya.
Sementara untuk harga semen, kata dia, ASI tidak turut campur. Menurutnya, yang membahayakan menurunnya harga semen lokal.
“Itu kenapa? Karena sekarang itu over supply. Itulah asosiasi meminta kepada pemerintah, setiap bulan menulis surat di koran, mohon kebijakan pemerintah agar, sementara, di-stop dulu izin pembangunan semen baru. Itu aja prinsipnya,” tegasnya.
Kunjungan tim dari Kemenperin dan Asosiasi Semen diterima oleh General Manager PT Conch, Chen Xiao Bing yang didampingi petinggi perusahaan lainnya, serta penerjemah.
Dalam kesempatannya, Mr Chen melalui penerjemah, Antoneta Elly mengatakan, PT Conch dalam membangun investasi dilakukan dengan sistem yang jelas dan terintegrasi.
“Sebelum membangun, terlebih dahulu melakukan survei lapangan. Proses ini dilakukan dengan bekerja sama dengan grup perusahaan Conch,” katanya.
Ditambahkannya, pihaknya juga ingin mempersempit miskomunikasi dengan meminta petunjuk dalam melakukan koordinasi.
“Setidaknya kami tahu kepada siapa kami bertanya. Setiap persoalan, kami ingin menanyakan kepada ahlinya,” ujar dia.
Dari sisi lingkungan, menurut dia, program dijalankan dengan ketat. Semisal, sampah yang diolah pada pembakaran, dan penghijauan dilingkungan pabrik. Sama halnya perhatian perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan.
“Soal gaji kami cukup tinggi. Gaji karyawan terendah saja setelah dipotong asuransi, kurang lebih Rp4 juta. Makan dan tinggal gratis di mess pabrik. Yang tinggal diluar juga diberi uang makan dan transport,” bebernya.
Diakhir pertemuan, Mr Chen menaruh harapan pada pertemuan antara pabrik semen dengan Kementerian dan asosiasi nanti tidak hanya membahas laporan produksi, tapi juga soal lingkungan dan harga, agar persoalan-persoalan yang ada segera berakhir.
Dalam laporan pantauan kualitas udara ambien dengan metode passive sampler kawasan industri (alat dipasang didepan pabrik PT Conch) oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bolmong tahun 2018, pada tahap pertama pada bulan Maret 2018, hasilnya, sulfur oksida (SO2) mencapai 7,26 Miu/m3, sedangkan nitrogen dioksida (NO2) mencapai 7 Miu/m3. Sementara pada pemeriksaan tahap dua pada bulan Agustus 2018, S02 mencapai 8,87 Miu/m3, dan N02 tetap pada angka 7 Miu/m3.
“Tahun 2019 sudah dilakukan pemantauan namun DLH belum menerima hasil laboratorium dari PT Anugrah Analisis Sempurna di Depok, Jawa Barat, selaku pihak yang menguji hasil,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, DLH Bolmong, Deasy Makalalag, Selasa (12/8/2019). (**)