BOLMONG, dutademokrasi.com – Managemen baru PT Bulawan Daya Lestari (BDL) akhirnya angkat bicara terkait klaim PT Integra Prima Infrastruktur (IPI) terkait kepemilikan saham di tubuh PT BDL, sebagaimana yang diberitakan oleh salah satu media online.
Dimana, dalam pemberitaan tersebut Hasurungan Nainggolan dan Pdt Mody Donny Sumolang Sth, selaku kuasa pemegang saham PT. IPI mengklaim bahwa sudah ada akta baru yang telah dikeluarkan oleh Notaris Darajat Suryaman SH, M.KN yang berkedudukan di Bogor pada tanggal 25 Januari 2022 dan telah disahkan oleh Kemenkumham pada tanggal 27 Januari 2022 dan sudah di akui melalui PTUN di Jakarta, dimana pembagian Saham menjadi 50 Persen milik PT. IPI dan 50 Persen Milik Yance Tanesia.
Menanggapi persoalan tersebut managemen baru dibawah kepemimpinan Direktur utama (Dirut) PT BDL Ir. Bach Adrianus Tinungki M.Eng angkat bicara.
Tinungki menjelaskan, bahwa akta yang dibuat oleh Notaris Daradjat suryaman versi mereka itu adalah inprosedural, karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
“Atas perubahan yang dilakukan oleh PT IPI tersebut kami sudah melaporkan ke majelis kehormatan notaris, dan sudah ditindaklanjuti dengan sidang pelanggaran kode etik notaris,” ungkapnya.
Menurutnya, mereka membuat akta itu tidak berdasarkan regulasi.
“Pengalihan saham atau yang biasa disebut dengan pemindahan hak atas saham diatur dalam anggaran dasar masing-masing PT, pengaturan ini tak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Adapun tata cara pemindahan hak atas saham khusus untuk badan usaha pemegang IUP OP mineral dan batu bara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU Minerba No 3 Tahun 2020,” jelas Tinungki.
Lanjutnya mengatakan, akta baru yang mereka buat ini bukan akta pengalihan saham.
“Jadi akta baru yang mereka buat ini bukan akta hak atas pemindahan saham, tapi akta penyimpanan. Nah, inikan bertentangan dengan undang-undang perseroan terbatas,” terang dia.
Selain itu lanjutnya, undang undang telah mengatur dengan jelas bahwa sebelum pemindahan saham harus ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
“RUPS itu tentunya harus pihak kita yang mengundang kepada para pihak pemegang saham. Dan ini yang tidak dilakukan. Ini kan tidak sesuai prosedur,” katanya.
Kemudian kata Tinungki, di undang-undang Minerba juga disebutkan, pemegang IUP itu dilarang mengalihkan kepemilikan saham tanpa persetujuan Menteri ESDM.
“Jadi sebelum RUPS, harus ada persetujuan Menteri ESDM dulu sesuai pasal 93A UU Minerba No 3 tahun 2020, oleh karena itu saya menyimpulkan bahwa akta baru yang dibuat mereka ini tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, baik itu undang-undang Minerba maupun perseroan terbatas, dan telah terjadi kejanggalan atas peralihan tersebut, karena saya selaku dirut PT BDL tidak pernah bermohon untuk diadakan RUPS pengalihan saham maupun bermohon kepada menteri ESDM untuk mengalihkan saham PT BDL.
Dijelaskan Tinungki, bahwa managemen yang baru yang saya pimpin saat ini, kita jalankan sesuai aturan yang berlaku. Peralihan ini juga kita lakukan berdasarkan persetujuan dari Menteri ESDM.
“Peralihan saham ini dikaji secara ketat dan sungguh-sungguh dalam segala aspek oleh Kementrian, bahkan kita harus membuat komitmen dan perjanjian dengan kementrian bahwa kita siap bekerja dan bersungguh-sungguh dalam berinvestasi. Biar ada dampak langsung kepada masyarakat dan daerah dalam segi peningkatan ekonomi. Bukan hanya memegang izin tapi tidak bermanfaat untuk daerah terlebih masyarakat,” tandas Tinungki.
Terpisah, Inspektur Tambang Kementrian ESDM Republik Indonesia, Rendi Wajong ketika dimintai tanggapan perihal peralihan saham untuk badan hukum pemegang izin tambang sudah diatur dalam UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020.
Lanjut Rendi mengatakan bahwa, perizinan menjadi bukti yang mendasari dilaksanakannya kegiatan penambangan. Hanya pemilik perizinan saja yang diperbolehkan melakukan kegiatan penambangan.
“Tidaklah diperbolehkan apabila perizinan yang telah diberikan oleh menteri ESDM tersebut dialihkan kepada pihak lain yang tidak berwenang tanpa mendapatkan persetujuan dari menteri ESDM terlebih dahulu,” kata Rendi.
Dan jika itu dilanggar lanjut Rendi, ada sanksinya, dari mulai kurungan badan hingga denda miliaran rupiah.
“Dalam Pasal 161 A UU Minerba No 3 Tahun 2020 menyatakan bahwa Setiap pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang memindahtangankan IUP, IUPK, IPR, tanpa persetujuan pemerintah dalam hal ini untuk peralihan IUP adalah kewenangan menteri ESDM sesuai pasal 93 dan 93A, maka dapat dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),” tandas Rendi.*