BOLSEL,dutademokrasi.com – Pergelaran Pingkan Matindas Cahaya Bidadari Minahasa yang dipentaskan oleh Institut Seni Budaya Independen Manado (ISBIMA), pada Sabtu (31/10/2020) menuai reaksi keras oleh masyarakat etnis Mongondow khususnya Bolaang Mongondow Raya (Raya).
Pasalnya, pentas seni tersebut menampilkan sosok yang digambarkan sebagai leluhur Mongondow yakni Raja Loloda Mokoagow, dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap warga Mongondow.
Dan terkait hal tersebut, Tokoh Toleransi Sulawesi Utara (Sulut), Hi Herson Mayulu (H2M), angkat bicara dengan memberikan pesan kesejukan hati dan meminta kepada rakyat BMR untuk tenang dalam bersikap.
“Masyarakat BMR hendaknya berpikir lebih tenang dan bersikap elegant, artinya jangan sampai karena teater Pingkan Matindas ini kemudian kerukunan antar etnis yang sudah terbina baik selama ini akan rusak, apalagi tahun ini adalah tahun politik bagi Provinsi Sulut,”ujar H2M kepada dutademokrasi.com, Senin (02/11/2020).
Anggota Komisi V DPR-RI asal BMR ini juga meminta kepada pihak yang terlibat dalam pegelaran seni teater Pingkan Matindas untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat BMR.
“Kepada pihak-pihak yang tersangkut dengan pagelaran seni ini, agar segera mungkin meminta maaf kepada masyarakat Mongondow yang ada di Sulut, karena apapun alasannya perbuatan tersebut telah menyinggung Orang Mongondow,”katanya.
H2M pun berpesan kepada seluruh masyarakat BMR, untuk menempuh jalur hukum dengan menggugat panitia pagelaran seni Pingkan Matindas.
“Karena dugaan saya bisa jadi ini sengaja digelar untuk membuat gaduh pelaksanaan pesta demokrasi di Sulut. Sehingga saya meminta masyarakat untuk berpikir tenang, jangan karena nila setitik rusak susu sebelanga. Hati boleh panas namun kepala tetap dingin, mari kita serahkan semua kepada aparat hukum,”jelas dia.
Sementara itu diketahui dalam teatrikal yang berdurasi kurang lebih lima jam itu, turut menampilkan sosok raja yang disebut sebagai Raja Bolaang Mongondow.
Dimana Leluhur Bolaang Mongondow itu, dalam cerita yang ditayangkan ingin merebut Pingkan dari Matindas. Tapi raja Bolaang Mongondow itu diperintahkan oleh Pingkan untuk dibunuh oleh prajuritnya sendiri. Bahkan kepalanya dipenggal dan dipertontonkan.
Tak hanya itu, dalam pentas tersebut juga sosok raja Bolaang Mongondow ditampilkan layaknya orang yang memiliki “nafsu seks” yang berlebihan.
Produksi dari ISBIMA yang dipimpin oleh Achi Breyvi Talanggai, dinilai juga tak hanya menyinggung perasaan masyarakat Bolaang Mongondow Raya. Akan tetapi sudah mengandung unsur perlakuan tidak baik pada satu kelompok masyarakat tertentu.
(Tim Redaksi)