BOLMONG, dutademokrasi.com— Proses tahapan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sulawesi Utara tengah berlangsung. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memperkuat sosialisasi penindakan dan tolak money politik. Rentan terjadi pelanggaran pada Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Aparat Desa.
Menurut Ketua Bawaslu Bolmong Pangkerego rujukan aturan tentang pengawasan Pilkada adalah UU No 5 tahun 2014 tentang ASN, PP 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PNS, PP 37 tahun 2004 Tentang larangan PNS jadi anggota Parpol, PP 42 Tahun 2004 Tentang pembinaan jiwa Korps dan kode etik PNS, SKB Menpan RB, Mendagri, Kepala BKN, Ketua KASN dan Ketua Bawaslu tentang pedoman Gagasan Netralitas Pegawai ASN dalam Pilkada Serentak 2020, dan Pasal 70 ayat 1 UU nomor 10 tahun 2016. “Rujukan aturan tersebut sangatlah jelas tentang pembatasan dan pengawasan pejabat negara dan ASN dalam pelaksanaan Pilkada,” jelasnya.
Senada dikatakan Koordinator Divisi SDM, Organisasi, Data dan Informasi Erni Mokoginta mengatakan, pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon tertuang dalam pasal 71 ayat 1 UU 10 tahun 2016. Katanya, setiap pejabat negara, pejabat ASN dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak 6.000.000 dalam Pasal 188 UU 01 tahun 2015. “Pastinya jika ada yang melanggar aturan akan langsung ditindak,” terangnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum Penindakan Pelanggaran Dan Penyelesaian Sengketa (Kordiv HPPPS) Jerry S. Mokoolang menegaskan sesuai aturan Kepala desa dan perangkat desa dilarang menjadi pengurus Parpol, dilarang ikut serta dan terlibat dalam kampanye Pemilu dan atau Pilkada seperti tertuang dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang desa. Katanya dalam kampanye pasangan calon dilarang melibatkan, (A) pejabat badan usaha milik daerah (B) ASN, anggota TNI dan (C) kepala desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat lain/lurah dan perangkat kelurahan. Gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, pejabat negara lainnya, serta pejabat daerah dapat ikut kampanye dengan mengajukan izin kampanya sesuai degan ketentuan perundang-undangan. “Jika gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama, selama masa kampanye harus memenuhi kebutuhan: (a) menjalani cuti diluar tanggungan negara dan (b) dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya,” katanya.
Selain itu kata dirinya terus mengingatkan, berbagai potensi pelanggaran yang akan muncul dalam momentum pesta demokrasi ini adalah tanggung jawab bersama dari semua pihak. “Salah satunya adalah money politik (politik uang) ini tidak semata tugas Bawaslu, mari semua kita bertanggungjawab baik itu masyarakat maupun peserta Pilkada,” kata Mokoolang.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 74 ayat 4 UU 10 tahun 2016, calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada warga Negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung: (a) Mempengaruhi pemilih untuk tidak mengunakan hak pilih; (b) Mengunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah, dan (c) Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu.
Berdasarkan Pasal 187A UU 10 tahun 2016; ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga Negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, sebagaimana dimaksud pada pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
“Kemudian ayat (2) pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana di maksud ayat (1),” katanya. (cepe)
Berikut larangan bagi ASN, Kepala Desa/Perangkat Desa dan Pejabat BUMN/BUMD dalam Pilkada Serentak 2020 :
- Kampanye/sosialisasi di media sosial (posting, comment, share, like).
- Menghadiri deklarasi pasangan bakal calon/calon peserta Pilkada.
- Melakukan foto bersama bapaslon/paslon dengan mengikuti simbol gerakan tangan/atau gerakan yang mengindikasikan keberpihakan.
- Menjadi narasumber dalam kegiatan parpol (kecuali dalam rangka tugas kedinasan, disertai dengan surat tugas dari atasan).
- Melakukan pendekatan ke parpol dan masyarakat (bagi calon independen) dalam rangka untuk memperoleh dukungan terkait dengan pencalonan ASN yang bersangkutan dalam Pilkada sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah namun tidak cuti di luar tanggungan negara.
- ASN yang mendeklarasikan diri sebagai paslon kepala daerah/wakil kepala daerah tanpa cuti di luar tanggungan negara.
- Memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan (pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, dan pemberian barang) termasuk penggunaan barang yang terkait dengan jabatan atau milik pribadi untuk kepentingan bapaslon/paslon.
- Ikut sebagai pelaksana sebelum dan sesudah kampanye.
- Menjadi peserta kampanye dengan memakai atribut partai/atribut PNS/tanpa atribut dan mengerahkan PNS atau orang.
- Mengikuti kampanye bagi suami atau istri calon kepala daerah yang berstatus sebagai ASN dan tidak mengambil cuti diluar tanggungan negara.
- Memberikan dukungan ke calon kepala daerah (calon independen) dengan memberikan fotocopy KTP.
- Ikut sebagai peserta kampanye dengan fasilitas negara.
- Menggunakan fasilitas negara yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye.
- Membuat keputusan yang dapat menguntungkan/merugikan pasangan calon selama masa kampanye.
- Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Sumber: Bawaslu Bolmong.