Dutademokrasi.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus mengalami tekanan dalam beberapa pekan terakhir. Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa 4 September, rupiah hampir menyentuh angka 15.000 per dolar AS. Bahkan di beberapa dealer atau bank, rupiah sudah berada di atas 15.000 per dolar AS.
Jika dilihat sejarahnya, nilai tukar rupiah pada Selasa kemarin merupakan yang terlemah sejak krisis moneter (krismon) yang terjadi pada 1998.
Lalu apakah situasi saat ini sama dengan kondisi krismon 20 tahun lalu? Atau apakah pelemahan rupiah saat ini bisa menjadi awal mula krisis moneter?
Staf Khusus Presiden, Ahmad Erani Yustika menyatakan, kondisi ekonomi Indonesia tentu saja sangat berbeda jika dibandingkan dengan 1998. Kondisi saat ini jauh lebih baik.
“Jika dibandingkan 1998, seperti yang kerap dirujuk oleh banyak pengamat, situasinya tentu sangat berbeda,” ujar Yustika dikutip dilaman liputan6.com.
Ia pun langsung menjabarkan data-data. Saat krisis 1998, hampir seluruh indikator ekonomi Indonesia menunjukkan kondisi yang tidak baik. Contohnya, pertumbuhan ekonomi yang minus dan inflasi yang melambung tinggi.
Pertumbuhan pada tahun tersebut minus 13,1 persen, ekonomi betul-betul berkabut tebal. Nilai tukar mencapai Rp 16.650 per dolar padahal IHSG pada saat itu hanya 256 dan inflasi melambung sampai 82,4 persen,” kata dia.
Selain itu, lanjut dia, saat 1998 cadangan devisa Indonesia hanya USD 17,4 miliar dan kredit bermasalah atau Nonperforming Loan (NPL) melonjak hingga 30 persen.
“Untuk CAR minus 15,7 persen sektor perbankan amat rapuh. Itu masih ditambah dengan suku bunga acuan BI yang mencapai 60 persen dan rasio utang terhadap PDB sebesar 100 persen,” ungkap dia.
Melihat data tersebut, lanjut Erani, secara keseluruhan situasi yang terjadi sekarang ini dalam koridor ekonomi yang terkelola dengan baik, terlebih bila dibandingkan dengan 1998.
Untuk saat ini, pertumbuhan ekonomi pada Kuartal II 2018 tercatat 5,2 persen. IHSG berada di angka 5.800 dan inflasi pada Agustus di angka 3,20 persen (year on year).
Selain itu, saat ini cadangan devisa berada di angka USD 118,3 miliar dengan angka kredit bermasalah atau NPL hanya di kisaran 2,7 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pun mengungkapkan hal yang sama. Darmin mengatakan, meski nilai tukar rupiah sama-sama tembus 14.000 per dolar AS, posisi awal rupiah jauh berbeda.
Pada 1998, rupiah tembus 14.000 per dolar AS setelah sebelumnya berada di posisi 2.800 per dolar Amerika Serikat (AS).
“Jangan dibandingkan Rp 14 ribu sekarang dengan 20 tahun lalu. Pada 20 tahun lalu berangkatnya dari 2.800 per dolar AS ke 14.000 per dolar AS. Sekarang dari Rp 13.000 per dolar AS ke 14.000 per dolar AS.(Jaya)